Fakta-fakta Menarik Seputar Komodo, Kadal Purba Khas Indonesia

Fakta-fakta Menarik Seputar Komodo, Kadal Purba Khas Indonesia

Varanus komodoensis atau kita kenal dengan komodo, mungkin muncul lima juta tahun yang lalu, tetapi genusnya telah berumur sekitar 40 juta tahun.

Fakta-fakta Menarik Seputar Komodo, Kadal Purba Khas IndonesiaKomodo dengan latar lanskap Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Komodo merupakan satwa purba yang genusnya sudah berumur sekitar 40 juta tahun. (Ringgo Wong/Thinkstock)
Indonesia memiliki lebih dari 50 taman nasional yang tersebar di berbagai provinsi. Enam di antaranya diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia. Salah satunya Taman Nasional Komodo, yang secara administratif termasuk dalam wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Taman Nasional Komodo didirikan pada 6 Maret 1980 untuk melindungi Varanus komodoensis atau kita kenal dengan komodo, dan habitatnya. Spesies yang satu ini mungkin muncul lima juta tahun yang lalu, tetapi genusnya telah berumur sekitar 40 juta tahun. Ingin tahu lebih banyak tentang komodo? Simak fakta-fakta menarik seputar komodo berikut ini.
  • Catatan paling awal mengenai kadal yang luar biasa ini mungkin keterangan "Hc sunt Dracones", artinya "di sini ada naga", yang ter­cantum pada peta kuno Asia. 
  • Diperkirakan evolusi komodo mulai berkembang di Asia antara 40-25 juta tahun lalu. 
  • Komodo menjadi terkenal di dunia ilmu pengetahuan sejak tahun 1911 ketika Peter Ouwens, seorang kurator pada Museum Zoologi Bogor, menerima laporan tentang penemuan satwa ini dari Perwira Pemerintah Hindia Belanda J.K.H. Van Steyn.
  • Komodo merupakan kadal terbesar di dunia. Panjang tubuhnya mencapai 2 hingga 3 meter, dengan berat berkisar antara 79-91 kg pada komodo jantan, sementara betinanya sekitar 68-73 kg.
  • Komodo memiliki gaya hidup kadal tulen—berjemur matahari, berburu dan makan bangkai, bertelur dan menjaga telurnya, lalu membiarkannya setelah menetas. 
  • Meski tubuhnya tampak berat dan terkesan bergerak lamban, komodo sanggup berlari sejauh 20 km/jam.
  • Mulut komodo berleleran liur berbisa yang membuat darah tidak dapat membeku. Jadi, korban gigitannya kehabisan darah dengan cepat dan mudah terinfeksi bakteri.
  • Dalam sekali makan, komodo bisa menghabiskan mangsa dengan bobot lebih dari setengah berat badannya.
  • Penciuman komodo sangat tajam. Satwa ini bisa mendeteksi mangsanya hingga jarak 10 km.
  • Penduduk setempat menjuluki reptil purba ini dengan sebutan “ora”. 
  • Saat ini, status konservasi komodo di daftar merah IUCN adalah "vulnerable" atau "rentan".
Sebagai warga Indonesia, kita patut berbangga, karena Taman Nasional Komodo merupakan satu-satunya tempat di dunia yang menjadi rumah bagi komodo.  Apakah Anda sudah pernah berkunjung ke Taman Nasional Komodo? Jika belum, tak perlu berkecil hati. Mari menjelajah Taman Nasional Komodo secara virtual bersama kami melalui video 360 bertajuk "Berjumpa Kadal Purba di Barat Flores".
(Lutfi Fauziah)
Meteor-meteor Terbesar yang Pernah Menghantam Bumi

Meteor-meteor Terbesar yang Pernah Menghantam Bumi

Di antara ribuan batuan antariksa yang berusaha masuk ke Bumi, ada yang berhasil lolos dari atmosfer dan akhirnya menghantam permukaan planet.

Meteor-meteor Terbesar yang Pernah Menghantam BumiMeteorit Willamette (American Museum of Natural History)
Tanpa disadari, sebenarnya banyak batuan antariksa yang masuk ke bumi. Sementara kebanyakan terbakar di atmosfer sebagai meteor, ada juga yang sukses mendarat di bumi.
Diantara banyak batuan yang akhirnya mendarat, disebut meteorit, ada beberapa yang ukurannya raksasa, dipastikan akan memakan korban bila menumbuk wilayah padat penduduk. Berikut ini meteorit-meteorit terbesar yang pernah menghantam Bumi.
Willamette
Batu ini adalah meteorit terbesar yang pernah ditemukan di Amerika Serikat. Beratnya 15,5 ton dan besarnya sekitar 7,8 meter persegi.
Meteorit itu ditemukan oleh Ellis Hughes pada tahun 1902. Ia menyadarai bahwa batu itu bukan batu biasa. Sejak tahun 1906, batu itu lantas menjadi koleksi American Museum of Natural History.
Mbozi
Meteorit MboziMeteorit Mbozi (Christiaan Zeelenberg / Wikimedia Commons)
Mbozi ditemukan di Tanzania pada tahun 1930. Meteorit yang beratnya mencapai 25 ton ini sempat menjadi batu sakral bagi warga tanzania. Mereka menyebutnya Kimondo.
Meteorit itu awalnya terkubur di dalam tanah sebelum ditemukan. Tak ada kawah akibat tumbukannya. Itu menandakan bahwa saat menumbuk bumi, Mbozi terguling.
Cape York
Meteorit Cape YorkMeteorit Cape York (Mike Cassano / Wikimedia Commons)
Meteorit ini telah menumbuk bumi 10.000 tahun lalu dan berada lama di dekat perkampungan orang Inuit di Greenland. Namun, keberadaannya baru ditemukan pada tahun 1993.

Berat meteorit yang juga disebut Agapalilik itu mencapai 20 ton. Saat ini, meteorit itu dipamerkan di Museum Geologi di Universitas Copenhagen, Denmark.

Bacubirito
Meteorit BacubiritoMeteorit Bacubirito (saxxon57/flickr)
Bacuburito ditemukan oleh geolog bernama Gilbert Ellis Bailey di dekat kota Sinaloa de Leyva, Meksiko. Batu ini merupakan meteorit terbesar yang pernah ditemukan di negara tersebut.
Meteorit itu sebagian besar terdiri atas besi. Beratnya mencapai 20 ton dan panjang 5,25 meter. Saat ini, meteorit itu dipamerkan di Centro de Ciencian de Sinaloa.
El Chaco
Meteorit El ChacoMeteorit El Chaco (Carlos Zito / Wikimedia Commons)
Batu ini merupakan meteorit terbesar kedua yang pernah ditemukan di bumi. Beratnya mencapai 37 ton. Jatuhnya meteorit ini mengakibatkan terbentuknya kawah seluas 60 meter persegi.

Meteorit ini ditemukan tahun 1969, 5 meter di bawah permukaan tanah. Tahun 2016, ilmuwan menemukan sebuah fragmen meteorit yang diduga merupakan bagian dan El Chaco.

Hoba
Meteorit HobaMeteorit Hoba (Compl33t / Wikimedia Commons)
Batu ini merupakan meteorit terbesar di bumi. Beratnya mencapai 60 ton, berlokasi di Namibia. Sejak mendarat di bumi hingga sekarang, meteorit ini tak pernah dipindahkan.

Hoba diduga mendarat di bumi 80.000 tahun lalu. Saat ini, luas batu itu sekitar 6,5 meter persegi. 
(Yunanto Wiji Utomo/Kompas.com)
Mungkinkah Manusia Berperan dalam Pembentukan Gurun Sahara?

Mungkinkah Manusia Berperan dalam Pembentukan Gurun Sahara?

Penelitian baru mengungkapkan bahwa manusia kemungkinan berperan dalam transisi tajam kawasan Sahara yang tadinya subur menjadi padang pasir kering nan tandus.

Mungkinkah Manusia Berperan dalam Pembentukan Gurun Sahara?Kamp di Gurun Sahara. (Thinkstock)
Sekitar 10.000 tahun lalu, Gurun Sahara yang kita kenal saat ini mungkin merupakan tanah hijau yang subur dan dipenuhi danau. Sebuah penelitian baru mengatakan bahwa manusia kemungkinan berperan dalam transisi tajam tanah subur ini menjadi padang pasir nan tandus.
Penelitian yang dilakukan oleh tim arkeolog dan ahli ekologi dari Seoul National University di Korea Selatan tersebut telah menyelidiki peran aktivitas manusia dalam penggurunan Sahara.
Penggurunan berawal ketika masyarakat neolitik Afrika bereksperimen dengan “agro-pastoral”—perpaduan antara praktik pertanian dan peternakan—dekat Sungai Nil sekitar 8.000 tahun lalu.
Praktik ini kemudian menyebar hingga ke kawasan barat. Seiring penyebaran masyarakat, mereka memperkenalkan lebih banyak lagi hewan ternak dan menyebabkan penyusutan vegetasi besar-besaran karena dimakan oleh para ternak.
Hilangnya vegetasi yang menutupi tanah membuat jumlah sinar matahari yang dipantulkan permukaan Bumi menjadi jauh lebih banyak ketimbang yang diserap, dan pada gilirannya, mempengaruhi kondisi atmosfer.
Kondisi tersebut memicu penurunan tingkat curah hujan monsoon yang menyebabkan penggurunan lebih lanjut dan hilangnya vegetasi. Lingkaran setan ini akhirnya menyebar dan mengubah daerah yang hampir seluas Amerika Serikat itu menjadi gurun yang panas, kering dan tandus.
Studi ini juga menentang sebagian besar penelitian sebelumnya yang menunjukkan transisi ini disebabkan oleh perubahan orbit Bumi atau perubahan alami pada vegetasi. Bagaimana pun, aktivitas manusia neolitik telah diketahui turut berperan terhadap perubahan ekologis di beberapa bagian Eropa, Asia Timur dan Amerika.
Meski demikian, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan temuan ini secara konkrit. Pemimpin proyek penelitian, David Wright, mengatakan bahwa bekas danau kuno yang berada di Sahara pasti menyimpan catatan tentang perubahan vegetasi. Karena itu, para peneliti berharap dapat segera kembali ke Sahara untuk mendalami gagasan ini dengan mengamati apa yang ada di bawah pasir Sahara.
“Kami perlu menelusuri bagian dalam dasar danau kuno di Sahara untuk mendapatkan catatan vegetasi, melihat jejak arkeologi, dan mengetahui apa yang dilakukan manusia di sini,” ucap Wright.
(Lutfi Fauziah. Sumber: IFL Science)

Kategori

Kategori